Selasa, 24 Juli 2012 - , 0 komentar

Keajaiban itu Datang Kepadamu!

Ada keajaiban di dalam musik. Begitulah tagline Avalon seri 5: Pelantun Mantra yang terdapat di bagian sinopsis. Keajaiban itu nyata dan aku benar-benar merasakan keajaiban itu ketika aku membaca novel ini. Sekilas novel ini terlihat seperti novel anak-anak. Sebuah cerita tentang dongeng, tentang keajaiban semu, atau bahkan cerita pengantar tidur. Aku harus mengakui bahwa pada awalnya aku juga berpikir seperti itu saat pertama mengenal Avalon. Dan pada akhirnya aku mendapati penilaianku salah. Don’t judge a book by its cover.

Avalon seri ke-5 ini bercerita tentang konser musik amal pertama untuk Ravenswood yang diadakan atas ide Kara Davies—sang Blazing Star. Kara yang terobsesi pada kesuksesan konser ini berusaha mengundang Be*Tween untuk mengisi acara konser tersebut. Namun, keinginan menghadirkan Be*Tween dalam konser hanya berakhir sebagai harapan saat sebuah email datang dan menyatakan Be*Tween tidak bisa hadir mengisi konser tersebut. Mendung di wajah Kara segera sirna saat email lain dari Johnny Conrad—musisi ternama pada saat itu—mengatakan ia bersedia mengisi acara konser secara sukarela. Kara melonjak senang. Siapa sih yang tidak tau Johnny Conrad? Dan coba bayangkan, musisi setenar Johnny bersedia hadir di konser kecil Ravenswood! Ini sebuah keajaiban!

Tidak ada kebahagiaan yang murni diselimuti senyum. Selalu ada kekhawatiran dan kesedihan di dalamnya. Seolah itu memang sudah satu paket komplet. Di tengah keceriaan dan kehebohan persiapan konser sekaligus persiapan kedatangan Johnny, ketiga gadis—Emily sang healer, Adrianne sang warrior, dan Kara sang Blazing Star—mendapatkan peringatan dari Fairimental akan ada bahaya besar yang datang. Fairimental juga meminta mereka untuk memakai peta para fairy dan menyuruh mereka untuk berlantun dalam tiga suara bersama-sama demi menyelamatkan Avalon, sebuah negeri di mana segala sihir berasal. Sebersit kekhawatiran sempat menyelinap, sebelum kekhawatiran itu tertutup oleh kesibukan konser dan ego antara Adrianne dan Kara.

Ketiga gadis tidak tahu ada rahasia besar yang disimpan Johnny. Kara terlalu sibuk dengan dirinya sendiri yang begitu ingin membuktikan bahwa dialah yang Blazing Star. Walau ia tidak memilik batu permata seperti kedua temannya, ia ingin meyakinkan dirinya ia memiliki keistimewaan lebih dari kedua temannya. Adrianne sendiri sibuk berdebat dengan Kara tentang siapa yang akan menjadi pemenang dalam kontes menyanyi dan akan bernyanyi bersama Johnny pada saat konser amal. Dan Emily sibuk meneliti buku Pelantun Mantra yang mereka temukan di perpustakaan rahasia Ravenswood. Masalah terus bertambah deras menghujani ketiga gadis seiring dengan kedekatan Kara yang semakin akrab dengan Johnny. Ada apa sebenarnya dibalik seorang Johnny? Apakah ia seorang dark sorcerer yang telah kembali untuk mencari kunci membuka peta fairy?

“Dan, seperti yang pernah aku bilang kemarin, kamu punya sesuatu yang… istimewa,” ucap Johnny kepada Kara Davies.

Lalu, apa pula maksud ucapan Johnny Conrad pada Kara? Dan sebenarnya buku pelantun mantra itu apa? Temukan sendiri jawabannya dan rasakan keajaiban musik dalam kisah Avalon seri 5! Segera mainkan musikmu dan bersiaplah akan keajaiban! Miracle is real!

“Satu kesempatan bagi kita ‘tuk berdiri bersama Satu harapan yang membuatnya abadi selamanya Kita punya s’mangat yang dibutuhkan Kita pasti ‘kan mencapai impian Karena kutahu kita punya keajaiban”- Avalon buku 5: pelantun mantra.
Selasa, 03 Juli 2012 - 0 komentar

Imajiner

Kehadiran Ai dalam hidupku bak refrain yang selalu ingin kuulangi. Dia menghembuskan harmoni baru pada jejak langkahku. Tapi, aku ragu untuk meyakini bahwa rasaku untuk Ai nyata.

Detik ini aku mendambakan celotehannya. Celotehnya tentang morning light, tentang rupa embun di pagi hari yang begitu menggoda, dan juga tentang betapa menakjubkannya warna-warni pelangi. Ah, mungkin Ai adalah seorang malaikat yang membantuku mengenali isi Bumi. Ya, aku ditakdirkan buta sejak lahir.

Awalnya aku mengira rasa ini cinta. Sampai suatu saat sebuah kesadaran menghantamku. Hingga aku percaya cintaku pada Ai hanya dongeng semusim. Aku mencintai Ai sebatas cerita-ceritanya. Tidak lebih.

*Selamat ulangtahun yang ke-9, GagasMedia! :)
Senin, 02 Juli 2012 - 1 komentar

Fire Circle

Luka itu ada di mana-mana: dibalik bantal tidurku yang bersprei putih, dibalik novel teenlit kesayanganku, di tanganku, di otakku, dibalik selembar foto di samping tempat tidurku, dan yang terparah ada di dadaku. Luka-luka itu basah. Warna permukaannya merah segar. Dan semua itu adalah hasil “karya seni”-mu. Aku kesakitan hingga aku ingin dikubur saja secepatnya di balik tanah. Mungkin kamu masih tidak peduli padaku. Mungkin kamu tak akan pernah menyadari “karya seni” peninggalanmu untukku sampai akhir badan. Sebenarnya terlepas dari semua ini, aku-lah yang bodoh. Aku membiarkanmu menjadikanku museum karya senimu. Bahkan dengan luka-luka yang sedemikian banyak aku masih rela memberikan diriku seutuhnya. Bodoh!

Aku tidak pernah tahu kesalahan apa yang sedang terjadi dalam sistem tubuhku saat aku mendapati diriku (masih saja) mengirimkan sebuah pesan ke akun fesbukmu.

Why do you keep on silent? I miss you so bad. Why didn’t you just reply my message? I’m dying now. But, I don’t know why I still fall in love with you, Chris. I love you so deep. Begitulah pesan singkat yang kukirimkan kepadanya.

Aku tidak ingin melakukan apa pun selain menunggu pesan darimu. Aku mengisi waktu dengan menghitung jumlah kelopak bunga bugenvil putih di halaman rumahku. Dan saat aku sampai pada hitungan ke-95, sebuah notifikasi masuk ke fesbukku.

Oh, I was little bit busy, Rose. Yeah, I love you too. Sorry, I got to go. Bye. :)

Meski isi pesanmu sangat singkat, itu saja sudah cukup membuatku tersenyum lagi. Kamu bilang kamu mencintaiku. Ah, bahagia sekali rasanya! Kamu masih mencintaiku. Hanya tiga kata. Tiga untuk membuatku (lagi-lagi) memberikan segalanya. Tiga untuk memberiku luka baru. Tiga untuk membuatku kembali terjebak. Aku benci! Aku ingin keluar dari permainan ini. Tapi aku mampu. Aku tak memiliki kekuatan super layaknya superman.

Aku terjatuh lagi. Luka-luka itu semakin menyebar dan bertambah merah. Rasanya perih sekali. Seolah seluruh tubuhmu terbakar. Dan kali ini aku pasrah dan ingin menikmatinya saja. Kuresapi dengan penuh rindu luka-luka itu. Kubuat diriku menjadi seorang pecandu luka-luka buatanmu. Pecandu yang tak akan pernah sembuh. Meski segala terapi sudah dicoba untuk mengobati canduku.

*special made for Joshie

Blogroll

Backstreet Boys - As Long As You Love Me