Jumat, 17 Juni 2011 - 2 komentar

Tentang Seseorang yang Banyak Berarti

Namanya Pak Ri, tukang becak langganan depan rumahku. Aku tak tahu pasti berapa umurnya, mungkin sekitar 57 tahun. Dari segi penampilan, tidak ada yang berbeda darinya. Tapi, kalau mau melihat lebih dalam lagi, banyak perbedaan antara dirinya dan tukang-tukang becak lainnya. Pak Ri adalah seorang tukang becak yang jujur dan tak pernah menuntut patokan harga yang tinggi pada penumpangnya. Orangnya ramah dan pelayanannya sangat baik pada penumpang. Dulu, aku selalu diantarnya ke mana pun aku mau (yang pasti tidak terlalu jauh dari rumahku). Kalau ada yang bertanya atau menertawaiku karena aku lebih memilih naik becak dibanding naik angkutan umum atau kendaraan bermotor lainnya, aku hanya akan tersenyum dan berkata,” Apa salahnya naik becak? Naik becak itu asyik. Kita bisa merasakan semilir angin yang membelai wajah dan menatap langit dengan leluasa. Mungkin kalian lebih suka naik kendaraan bermotor yang cenderung lebih cepat, tapi bagaimana pun juga aku lebih suka naik becak dan transportasi jadul lainnya (baca: delman). Malu? Tidak, aku tidak pernah malu naik becak ke mana-mana. Justru seharusnya bangga, karena kita bisa lebih cinta Bumi dan mau peduli sama orang-orang kecil seperti mereka.”

Aku suka merasa kasian padanya ketika melihatnya tertidur pulas di atas becaknya. Dengar-dengar sih, anaknya ada 9, dan ada yang masih sekolah. Aku kasihan padanya yang harus banting tulang menghidupi keluarganya. Bekerja pagi-siang-sore demi keluarganya. Bahkan, ejekan dan makian pun diterimanya dengan lapang dada demi semua itu. Beliau memang orang yang sabar dan sangat baik. Tidak pernah terlintas sedikit pun di benaknya untuk mengambil keuntungan dari para penumpangnya. Berbeda dengan tukang becak jaman sekarang yang suka menuntut bayaran yang tinggi dan suka mengambil keuntungan dari para penumpang, seperti membawa kabur.

Suatu kali, Pak Ri dimaki oleh tetangga sebelah rumahku yang penghuninya baru saja ganti. Karena sang ayah meninggal, jadilah yang menempati rumah itu anaknya. Dan Pak Ri disalahkan atas kematian sang ayah. Dituduh tidak menjaga beliau dengan baik lah, tidak membersihkan rumah dengan benar lah, dan tuduhan lainnya. Padahal, Pak Ri selalu menggunakan totalitas ketika sedang mengerjakan suatu hal. Tidak pernah separuh-separuh. Tapi, ya begitulah kata orang nasib orang baik. Mendapat pahit dan kekalahan di awal, namun mendapat manis dan kemenangan mutlak di akhir.

Akhir-akhir ini, Pak Ri semakin jarang membecak. Beliau lebih sering menerima pesanan pengecatan rumah atau pembersihan rumah, seperti bersih-bersih halaman depan, dsb. Aku nggak tahu pasti kenapa beliau jadi jarang membecak, tapi mungkin saja karena usia yang semakin tua. Seringnya, ketika aku memintanya mengantarku ke suatu tempat, beliau malah merekomendasikan seorang pak becak yang berumur sekitar 35 tahun-an, yang masih saudara dekat sama beliau. Mungkin mereka berdua memang sama-sama baik dan tidak menuntut macam-macam, tetapi rasanya tetap berbeda diatar dengannya dan dengan Pak Ri. Hahh... aku tetap lebih rindu pada senyum Pak Ri setiap sebelum dan selesai mengantarku ke suatu tempat. Senyum yang penuh dengan ketulusan hati dan susah ditemukan di antara orang-orang kota jaman sekarang ini....

Mungkin bagi kebanyakan orang, sosok seperti beliau nggak termasuk dalam jajaran orang-orang berarti dalam hidup. Yang jelas, untukku, beliau adalah sosok yang bisa memotivasiku untuk bisa lebih berusaha keras dalam hidup, dan beliau sudah mengajarkanku satu hal dari hidup: ketegaran dalam menjalani berbagai situasi dalam kehidupan. Dan kalau kita mau melirik pada hidup orang-orang seperti beliau, tentu kita bisa belajar banyak hal baik dan positif tentang nilai hidup dari mereka. Jangan melihat mereka dari luarnya, tapi lihatlah dari dalam. He he he....

Terimakasih, Pak, untuk semua yang terbaik yang telah bapak berikan. Terus berjuang, ya, Pak! Semoga bapak bisa semakin kuat dan tegar dalam menjalani hidup yang berat....^o^

Blogroll

Backstreet Boys - As Long As You Love Me