Kamis, 20 Oktober 2011 - , 0 komentar

Puzzle Monster


Aku mengamati sekumpulan anak manusia yang sedang asyik membakar hutan. Wajah mereka semua tampak puas dan tanpa dosa. Pohon-pohon di sekitar mereka mulai rata menjadi tanah. Hewan-hewan buas dan liar yang telah lama menempati habitat mereka itu, berhamburan berusaha keluar dari panasnya api yang masih membara. Anak-anak manusia itu seolah tak mengerti apa yang mereka perbuat barusan. Padahal, setahuku, di dunia internasional sekarang ini sedang gencar-gencarnya menyemarakkan go green, be veg, dan lain sebagainya.


“Kau tahu, Nak, kita akan membuka ladang yang amatt luas di tanah bekas hutan ini. Pasti tanaman kita akan tumbuh subur dan kita akan menjadi kaya-raya! Ha ha ha….” Seorang bapak yang berambut putih tertawa teramat keras, hingga menulikan telingaku.


Seorang anak lelaki kecil yang berdiri di sebelah kanan bapak itu, hanya mengangguk-angguk dengan wajah polosnya. Ah… betapa ia tak tahu resiko yang harus ditanggung seluruh masyarakat dunia oleh karena tindakan “kecil” ayahnya itu.


Aku merasa gerah. Kulitku yang sudah tipis ini rasanya semakin menipis. Matahari semakin garang mengirimkan udara panasnya menembus kulitku. Sekelompok anak manusia di belahan dunia yang berbeda semakin kepanasan. Apalagi, daerah mereka termasuk daerah kering yang sedikit sekali curah hujannya. Air semakin langka dan teramat berharga bagai emas di negara itu. Beberapa orang berkeliling menjajakan air bersih pada orang-orang di sekitarnya. Tentu saja dengan harga yang tinggi. Bagi orang-orang miskin yang tak mampu membeli air bersih, mereka menggunakan air seadanya yang tersedia sebagai pemenuh kebutuhan dasar, seperti mandi, memasak, dan minum. Mereka sama sekali tak ikut andil dalam merusak kulitku, tapi mereka harus terkena imbasnya. Aku turut sedih atas kehidupan mereka. Kemudian, aku teringat sekumpulan anak manusia yang suka membuang-buang air. Rupanya air yang melimpah dan mudah didapat di negara mereka, yang telah membuat mereka sama sekali tak menghargai air. Aku yakin, suatu saat nanti anak-anak itu akan mendapat “imbalannya”. Nanti…, ketika semua air di dunia menjadi asin seperti air laut.


Aku mengalihkan tatapanku ke arah segerombolan remaja di sebuah cafĂ©. Masing-masing dari mereka asyik bermain dengan laptop yang mereka bawa. Meski jam demi jam berlalu, remaja-remaja itu tak juga terlihat akan segera menghentikan kegiatan mereka. Tak tahukah mereka bahwa listrik yang mereka habiskan untuk bermain laptop akan semakin mengikis kulitku? Karena emisi yang dihasilkan pada perusahaan pembangkit listrik bisa semakin besar dan semakin merusakku? Bahasa sederhananya sih, semakin banyak listrik yang digunakan masyarakat, akan semakin banyak pula gas pembuangan beracun yang dihasilkan pembangkit listrik. Tidak adakah seorang manusia pun di dunia ini yang mau peduli pada kesehatanku? Yang mau memberiku waktu barang sejenak untuk mengobati kulitku yang “terluka” ini? Apakah mereka sama sekali tak tahu bahwa aku akan semakin lemah dan semakin mudah hancur jika seluruh kulitku habis terbakar pemanasan global?


Andai saja aku bisa berbicara. Tentu aku akan berteriak sekeras yang kubisa untuk mengingatkan semua anak manusia agar berhenti sejenak untuk menyakitiku, memberiku sedikit waktu untuk mengambil napas. Kalau mereka bisa melakukan semua itu, tentu aku bisa melindungi mereka dari sengatan matahari lebih baik dari hari ini. Dan disamping itu semua, tak akan ada lagi musim hujan yang nggak jelas, sakit flu yang tak kunjung sembuh, dan omelan panjang-pendek tentang panasnya cuaca.


So, what are u waiting for, guys? Keep our earth green and get the better time!

Blogroll

Backstreet Boys - As Long As You Love Me