Kamis, 30 Desember 2010 - 1 komentar

Miss Pelupa

“Tika!!!! Dasar nenek! Kerjaannya lupa terus! Ini terakhir kalinya, ya, Kak Rinda mau nganterin keperluan sekolah kamu yang ketinggalan,” ujar Kak Rinda berapi-api. Sambil mengomel, ia mengambil kunci mobil jazz biru-nya dan melesat menuju SMAK Santa Xaveria.

“Bu, saya mau ijin memberikan perlengkapan lukis ini ke Cantika Mahadewi Agung, kelas 10-1. Boleh, ya, Bu?” pinta Kak Rinda.

Bu Sinta yang diajak bicara hanya senyum-senyum dan berkata,” Kenapa? Si Tika ada yang ketinggalan lagi, ya? Ibu ijinkan, tapi ini yang terakhir, loh. Ingatkan dia supaya jangan sampai lupa lagi. Nanti malah jadi kebiasaan.”

“Iya, Bu… Nanti akan saya ingatkan. Terima kasih banyak, Bu.” Kak Rinda pun segera berlalu dari ruang TU dan segera menuju kelas adiknya.

Uuhhh.. Kenapa sih dia itu nggak pernah buat aku bangga menjadi kakaknya? Sifat pelupanya semakin hari semakin parah saja. Membuat aku malu setengah mati! Awas saja dia kalau sampai begini lagi! Kalau diibaratkan sakit kanker, mungkin sifat pelupa-nya sudah stadium empat. Sampai-sampai, sekarang semua guru pun hafal dengan sifat pelupa-nya. Kronis! batin Kak Rinda.

Namun, tampaknya harapan Kak Rinda untuk punya adik yang normal–yang nggak pelupa–sulit untuk diwujudkan. Karena ternyata keesokan harinya, saat Rinda baru saja pulang dari minimarket, ia mendengar sedikit percakapan Cantika dengan temannya, Friska.

“Hehehe… Maaf, Fris. Aku benar-benar lupa terakhir meletakannya di mana. Aku sudah cari di setiap sudut rumahku, tapi tetap nggak nemu. Hmm... Nanti aku ganti deh sama yang baru. Atau kamu mau aku traktir es krim favoritmu, Baskin&Robin? Terserahmu deh mau pilih yang mana, asal jangan marah lagi, ya. Kamu kan baikk…” rayu Cantika.

“Tika, kamu tahu nggak sih, kalau yang kamu hilangin ‘tuh justru novel favorit aku. Aku sudah setengah mati nabung cuma buat beli novel itu. Eh, sekarang kamu hilangin gitu aja. Aku nggak mau tahu, Tik, pokoknya kamu harus ganti secepatnya!” samar-samar terdengar Friska berkata demikian dari seberang telepon. Dan detik berikutnya, sambungan telepon terputus. Rinda pun buru-buru kabur sebelum adiknya menodongnya untuk meminjaminya uang untuk beli novel Friska yang hilang.

Tapi, sepertinya kecepatan kabur Rinda kalah cepat. Karena begitu Cantika menutup gagang teleponnya, ia memasang senyum tanpa dosa-nya dan berkata, “Kak, boleh ya, Cantika pinjam uangnya…”

***

“Oke, kali ini aku yakin banget sudah meringkas semua dan memasukkannya ke dalam tas. Kak Rinda nggak ada alasan lagi buat ngomelin aku,” kata Cantika pada dirinya sendiri dan tersenyum puas.

Kali ini Cantika beruntung, ia tak perlu menunggu terlalu lama untuk menunggu angkot jurusannya berangkat. Di dalam angkutan kota tersebut, Cantika memeriksa kembali tas sekolah-nya untuk memastikan tidak ada barang yang hilang. Dan… Ah! Tidak! Notes-ku! Pasti tadi terjatuh di koridor kelas karena aku nggak teliti menutup risleting tas. batin Cantika.

Selama berjalan kaki menuju rumahnya, keringat dingin terus bercucuran dari dahinya karena ketakutan. Kak Rinda benar… Sifat pelupaku nggak akan bisa hilang dan aku akan menjadi adik yang terus - menerus merepotkan Kak Rinda. Membuatnya malu dengan mempunyai adik sepertiku… Cantika menundukkan kepalanya dan menendangi kerikil - kerikil kecil yang berada di depannya.

Setelah berada cukup dekat dengan rumahnya, Cantika mengangkat kepalanya dan didapatinya seorang pemuda berdiri di depan rumahnya sambil membawa buku kecil berwarna biru muda di tangan kirinya, yang Cantika kenali sebagai notes-nya.

“Maaf, itu buku siapa?” tanya Cantika pada pemuda di hadapannya itu.

“Ini… Tadi aku menemukannya di koridor kelas 10-1. Aku mau kembaliin ini ke Cantika Mahadewi Agung. Apa kamu tahu orangnya?”

“Hmm… Ya, namaku Cantika Mahadewi Agung. Terima kasih, ya, karena kamu sudah mau repot - repot datang ke sini Cuma untuk mengembalikan notes aku.” Cantika memperkanalkan diri sembari mengambil notes-nya yang terulur.

“Oh, maaf. Kenalin, aku, Erwin Soraya Putra. Kelas 10-5. Salam kenal…” Erwin mengulurkan tangannya dan menjabat tangan Cantika dengan senyum miring yang tersungging.

“Salam kenal juga,” balas Cantika beberapa detik kemudian setelah sadar dari kebekuannya. Ya ampun… Nih cowok cakep banget, sih. Kali ini aku bersyukur sudah dikasih sifat pelupa, batin Cantika, dan tersenyum manis.

1 komentar:

Posting Komentar

Blogroll

Backstreet Boys - As Long As You Love Me